Kebangkitan Spiritual Diprediksi Berawal dari Indonesia pada 2028-2029 (Seri 4)

Oleh: Faried Wijdan Al-Jufry, pernah dimuat di samudrafakta.com

Menurut ramalan Nostradamus, keruntuhan finansial global yang diprediksi bakal terjadi pada tahun 2028 akan diikuti oleh keruntuhan spiritual dunia Barat, kemudian disusul oleh kebangkitan spiritual dari timur. Banyak ahli dan ulama yang berpendapat bahwa kebangkitan tersebut bermula dari Nusantara. Benarkah?

Tahun 2028

Kuatrain 2/28

Le penultiesme du surnom du prophete,
Prendra Diane pour son jour et repos
Loing vaguera par frenetique teste,
Et delivrant un grand peuple d’impos.

Satu penyandang terakhir nama nabi
Akan membawa Diana untuk siang hari dan saat istirahatnya
Dia akan mengembara jauh dengan kepala pening
Mengantar seorang tokoh besar dari penaklukan finansial

Kuatrain 2/28 ini menarik karena tahun indeksnya berhubungan dengan Kuatrain 8/28 yang meramalkan keruntuhan finansial global pada tahun 2028. Menurut Mario Reading, penafsir ramalan Nostradamus, baris ketiga dan empat Kuatrain 2/28 memang berhubungan dengan Kuatrain 8/28, yang berkaitan dengan pajak, utang, dan krisis finansial. Namun, ada hal yang membedakan antara keduanya, di mana Kuatrain 2/28 memiliki dimensi spiritual, sementara Kuatrain 8/28 tidak.

Untuk menafsirkan Kuatrain 2/28, Mario mengajak kita kembali pada kemungkinan penafsiran alernatif terhadap Kuatrain 8/28. Sebagaimana dibahas pada bagian terdahulu, dalam kuatrin tersebut terdapat terma “emas dan perak palsu”. Menurut Mario, jika terma tersebut dikorelasikan dengan Kuatrin 2/28, maka “emas dan perak palsu” tersebut bisa ditafsirkan sebagai simbol dari keagamaan yang salah.

Terkait baris pertama Kuatrain 2/28, “satu penyandang terakhir nama nabi”, Mario melanjutkan, Al-Quran menyatakan ada 200 ribu nabi, namun hanya enam di antaranya yang penting, karena keenam nabi itulah yang membawa hukum dan  ketentuan baru. Mereka adalah Adam, Nuh, Ibrahim, Musa, Isa, dan Muhammad Saw.

Pada baris kedua, “akan membawa Diana untuk siang hari dan saat istirahatnya”, menurut Mario, itu terkait dengan kepercayaan orang Romawi tentang adanya dewi bernama Diana yang memiliki hubungan dengan hari Senin. Sebagian masyarakat Eropa juga memiliki kepercayaan bahwa Senin—harinya Diana—adalah hari yang suci. Di Prancis—negara tempat Nostradamus hidup—ada orang suci bernama St. Lunaedi yang juga dihubungkan dengan hari Senin, sebagaimana orang Romawi mengaitkan Diana dengan hari itu. Karena itulah, pada masa itu Prancis menetapkan hari Senin sebagai hari istirahat bagi pekerja. Inilah maksud baris, “akan membawa Diana untuk siang hari dan saat istirahatnya”.

Awalnya Mario belum menemukan keterkaitan antara dua baris pertama kuatrain tersebut. Namun, dia terus berusaha untuk menafsir. Untuk itu, dia mengaitkannya dengan Kuatrain  2/29—2029:

MATAHARI I
Tahun 2029
Kuatrain 2/29

L’Oriental sortira de son siege,
Passer les monts Apennins voir la Gaule
Transpercera le ciel les eaux et neige,
Et un chacun frappera de sa gaule.

Pria dari Timur itu akan meninggalkan rumahnya
Dan menyeberang Pegunungan Apennine, untuk pergi ke Prancis
Dia akan menusuk langit, laut, dan salju
Dia akan menyerang semua orang dengan tongkatnya.

Kuatrain tersebut berkaitan dengan kepercayaan orang Eropa, terutama orang Romawi dan Yunani. Ketika mati, mereka dikuburkan dengan menghadapkan kakinya ke timur—arah di mana sumber cahaya bernama matahari terbit. Posisi tersebut, menurut Mario, menunjukkan bahwa mereka yang meninggal berharap akan bangkit kembali sebagaimana terbitnya matahari dari timur.

Bagi orang Eropa, timur adalah sebuah konsep yang kuat, arah di mana mereka menghadapkan muka untuk mencari pencerahan. Arah di mana matahari terbit membawa cahaya. Maka, menurut Mario, dalam baris pertama Kuatrain 2/29, “Pria dari Timur itu akan meninggalkan rumahnya”, kemungkinan Nostradamus membicarakan tentang “orang dari timur” yang akan datang membawa pencerahan.

Mario juga menilai bahwa maksud “pencerahan dari timur” itu adalah pencerahan spiritual. Jika yang dimaksud benar-benar pencerahan spiritual, di sinilah sinilah konsep “tongkat” pada baris terakhir Kuatrain 2/29 memiliki korelasi. Tongkat yang digambarkan Nostradamus itu, menurut Mario, adalah tongkat kerajaan kuno yang memiliki arti kekuatan, wewenang, dan martabat. Para raja memukulkan tongkat pada orang tertentu dengan tujuan mengangkat martabat mereka tinggi-tingginya—atau bisa ditafsirkan untuk memberi pencerahan.

“Memukulkan tongkat”, menurut Mario, juga bisa berarti menancapkan tongkat untuk dijadikan tiang penyangga tenda sebagai tempat berlindung. “Memukulkan tongkat” juga bisa ditafsirkan menggali lubang di tanah untuk menanam. Sementara tanaman memerlukan matahari agar bisa tumbuh menjadi tanaman pangan. Dengan kata lain, tongkat yang dipukulkan itu adalah “tongkat kehidupan” yang mendapat dukungan dari sinar matahari yang terbit dari timur. Mungkin, menurut Mario, maksud “memukulkan tongkat” dalam Kuatrain itu adalah perlambang dari doa.

Sebagaimana telah dibahas pada bagian terdaulu, Kuatrain 8/28 meramalkan keruntuhan finansial global yang disusul oleh kehampaan spiritual. Kehampaan itu akan ditemukan pada masyarakat Barat. Karena merasa hampa itulah, secara lambat laun terjadi upaya kembali pada agama, yang esensinya adalah spiritualitas yang mengembangkan kesadaran dan kasih sayang di dalam diri manusia. Agama yang tidak bersekutu atau tunduk pada kekuatan politik, alih-alih menjadi kendaraan politik.

Dan kebangkitan spiritual itu—sebagaimana tafsir Kuatrain 2/28 dan 2/29—akan muncul dari Timur. Bakal muncul dari mana? Untuk memverifikasinya, ada baiknya kita korelasikan ramalan Nostradamus itu dengan pesan Ali bin Abi Thalib ra.

Sebuah kitab yang dinisbatkan kepada Ali dengan judul Al-Jifr A’zham memuat pernyataan-pernyataan Ali bin Abi Thalib ra. yang diperolehnya dari Baginda Rasulullah Saw. Di antara pesan yang diterima Ali itu, Rasulullah menyebutkan adanya sebuah negeri yang akan membawa kebangkitan spiritual di akhir zaman. Namanya Negeri Al-Yaban.

Ciri-ciri negeri itu sebagai berikut:

  • Mayoritas penduduk negeri itu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya;
  • Penduduk negeri itu berasal dari golongan ‘Ajam, yakni orang-orang non-Arab;
  • Penduduk negeri itu baik-baik dan banyak yang dapat membaca Al-Quran;
  • Negeri itu memiliki tanah yang sangat luas dan banyak orang yang hijrah (berpindah) ke negeri itu;
  • Negeri itu memiliki pulau yang jumlahnya lebih dari ratusan dan di negeri itu tinggal keturunan-keturunan Rasulullah (para habib dan sayyid—red);
  • Negeri itu banyak dinaungi oleh gunung-gunung yang besar dan di negeri itu sering terjadi gempa;
  • Negeri itu menjalin hubungan luar negeri dengan negeri-negeri yang ada di sekitarnya, yakni Negeri China yang berada di Timur Jauh dan negeri yang berada di belakang Laut Kuning yang namanya sesuai dengan nama rajanya yang dahulu, yang bernama Koreo (maksudnya Negeri Korea—red).
  • Di akhir zaman, negeri ini akan menjadi jaya (mencapai puncak kejayaannya—red), di mana semua pulau-pulau yang dimilikinya akan dibuka dan terbuka pada masa Imam Mahdi dan Nabi Isa as.

Yang dimaksud Negeri Al-Yaban bukan berarti Jepang—sebagaimana dalam bahasa Arab, “Al-Yaban” diartikan sebagai “Jepang”. Dr. Menachem Ali dalam buku Aryo-Semitic Philology: the Semitization of Vedas and Sanskrit Elements in Hebrew and Abrahamic Texts, menyebutkan bahwa kata “Yavan”—yang kemudian menjadi “Yaban”—merupakan istilah serapan dari bahasa Vedic Sanskrit (Sansekerta), berasal dari kosakata “Yava-Dvipam”, yang kemudian mengalami proses transliterasi menjadi “Jawa Dwipa”—yang berarti Pulau Jawa.

Dalam buku Java: Past & Present A Description of The Most Beautiful Country In The World, Its Ancient History, People, Antiquities, And Products, Donald Maclaine Campbell pada tahun 1915 menulis: “Javana atau Yavana, atau seringkali hanya disebut sebagai Java, adalah nama yang diberikan tidak hanya untuk Pulau Sumatera, tetapi juga untuk sebagian Pulau Borneo (Kalimantan) dan Semenanjung Malaysia (Pahang—red). Di samping itu juga mencakup seluruh kepulauan Indo-China.” Jadi, yang dimaksud Yavana atau Yavan, atau Al-Yaban, sesungguhnya merujuk kepada wilayah teritori Nusantara.

Dalam literatur kuno yang berasal dari tahun 595 SM disebutkan bahwa calamus (sejenis bambu) yang diperjualbelikan di Pasar Barat berasal dari India Timur atau Indonesia sekarang ini, yang juga disebut sebagai “Javan”. Javan adalah nama salah satu cucu Nabi Nuh. Orang-orang barat menyebutnya Java, dan sekarang kita menyebutnya sebagai Pulau Jawa.

Dalam buku Java: Past & Present A Description Of The Most Beautiful Country In The World, Its Ancient History, People, Antiquities, And Products yang ditulis Donald Maclaine Campbell pada tahun 1915, disebutkan bahwa: “Pemerintahan, ilmu pengetahuan, dan seni berbicara secara luas tentang Japhetic, dan hanya tentang Japhetic saja. Hal ini menjadi alasan yang menjelaskan bahwa penduduk awal Pulau Jawa atau Pulau Java, saya ulangi, adalah ras asli yang muncul dari keempat putra Japhet, dan suku atau masyarakat pulau itu disebut dengan memakai nama putranya. Ras Jawa atau Ras Javan ini, selain menyebar ke Hindia Timur, Kamboja, Siam, juga ditemukan di Suriah dan Yunani.”

Istilah Yavan atau Yavana berasal dari nama cucu Nabi Nuh as. yang bernama Javan bin Japhet—yang kemudian menjadi penduduk awal atau ras asli Pulau Jawa—yang dalam bahasa Sansekerta disebut sebagai Yava-Dvipam atau Yawa Dwipa.

Ramalan tentang Negeri di Timur yang menjadi titik awal kebangkitan spiritual juga disebutkan dalam kitab yg ditulis Sunan Sendang Duwur atau Raden Noer Rahmad, putra Abdul Kohar bin Malik bin Sultan Abu Yazid yang berasal dari Baghdad, Irak (1520-1585 M). Menurut Kyai Haji Abdul Ghafur, pengasuh Pondok Pesantren Sunan Drajad, sekitar tahun 900-an Masehi para wali Allah—yang disebut dengan Wali Abdal, berjumlah 40 orang—berkumpul di Baghdad untuk mengadakan rapat pleno guna mengkaji salah satu hadits Rasulullah Saw. yang menubuwatkan jika kebangkitan dan kejayaan spiritual akan bangkit dari Timur. Mereka sempat bingung: sebelah timur mana yang dimaksud? Sebab, Rasulullah juga tidak menjelaskan dalam hadits tersebut.

Setelah bermusyawarah, akhirnya para Wali Abdal ini memutuskan untuk mencari negeri yang berada di timur. Tetapi, para Wali Abdal ini masih bingung mengenai lokasi negeri yang dimaksud. Namun, salah satu Wali Abdal berucap bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda jika ciri penduduk negeri itu ada dua, yakni, pertama, memiliki ciri-ciri fisik yang berada “di tengah-tengah”; dan yang kedua, penduduknya memiliki tingkah laku yang baik.

Akhirnya para wali melakukan kajian secara geografis, sosiologis, dan antropologis. Dicarilah suatu daerah yang secara geografis strategis dan subur; secara sosiologis memiliki peradaban, akhlak, dan kebudayaan yang baik; serta secara antropologis berperawakan sedang, tidak pendek, dan juga tidak terlalu tinggi, kulitnya tidak hitam dan juga tidak terlalu putih, rambutnya tidak keriting dan juga tidak terlalu kaku, matanya tidak sipit dan juga tidak terlalu lebar. Berdasarkan parameter tersebut, maka dipilihlah Negeri Nusantara sebagai negeri di timur yang perlu digarap para Wali Abdal guna menyongsong kebangkitan spiritual dari Timur.

Kiai Haji As’ad Syamsul Arifin pernah menyampaikan dalam salah satu ceramahnya pada tahun 1980-an: “Dalam rapat para ulama di Kawatan, Surabaya, sekitar tahun 1925 Masehi, ada seorang ulama yang menyampaikan pendapatnya. Ulama tersebut mengatakan bahwa ia menemukan satu teks sejarah yang ditulis oleh Kanjeng Sunan Ampel yang menyatakan demikian: ‘Waktu saya (Sunan Ampel) mengaji pada paman saya di Madinah, saya pernah bermimpi bertemu Rasulullah Saw. seraya berkata pada saya (Sunan Ampel): Islam ahlussunnah wal jamaah ini bawalah hijrah ke Indonesia, karena di tempat kelahirannya ini sudah tidak mampu melaksanakan Syariat Islam ahlussunnah wal jamaah. Bawalah ia ke Indonesia’.”

Benarkah demikian? Hanya Tuhan yang Maha Mengetahui. Namun, untuk semua hal baik, ada baiknya kita aminkan saja.

 

Share:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

17 − one =