Sale!

Sang Guru

Rp80,000 Rp75,000

Sang Guru
Novel Biografi Ki Hadjar Dewantara, Kehidupan, Pemikiran, dan Perjuangan Pendiri Tamansiswa (1889-1959)

Penulis : Haidar Musyafa

Penerbit : Imania

100 in stock

Share:

Description

Keras tapi tidak kasar. Demikianlah ciri khas dari kepribadian Ki Hadjar Dewantara yang diakui oleh teman-teman seperjuangannya. Kesetiaannya pada sikap dan idealismenya selalu tergambar jelas dalam setiap tindakan dan kiprahnya. Meskipun secara fisik terlihat ringkih, tapi semangat juangnya menggelora. Pidato-pidatonya yang lantang dan penuh ghirah, menjadi pembangkit persatuan rakyat Indonesia. Meskipun berulang kali ditangkap dan dipenjara, tapi semangatnya untuk membela kepentingan jelata tak kunjung padam. Semakin ditekan oleh penjajah, maka laki-laki trah Puro Pakualaman itu akan semakin keras menyatakan permusuhan dengan bangsa koloni itu. Pada saat Indische Partij (IP)—partai politik yang didirikan bersama Douwes Dekker dan Tjipto Mangoenkoesoemo—diberedel oleh Pemerintah Belanda pada 1912 dia tidak kehilangan asa. Justru hal itu membuatnya semakin berani mengolok-olok komunitas rambut pirang yang saat itu menjadi pemangku kekuasaan tanah leluhurnya.

Setelah kembali dari pengasingan, pada tahun 1919, Ki Hadjar Dewantara mulai tertarik untuk menjadikan pendidikan sebagai alat perjuangan meraih kemerdekaan Indonesia. Berangkat dari impian dan cita-cita luhurnya itu, pada 3 Juli 1922 Ki Hadjar Dewantara dan teman-teman seperjuangannya mendirikan “Nationaal Onderwijs Instituut Tamansiswa.” Ia berjuang untuk memadukan model pendidikan barat dengan budaya-budaya yang ada di negerinya sendiri. Karena garis perjuangan yang dianut oleh Ki Hadjar Dewantara bersifat nonkooperatif terhadap pemerintah kolonial, maka dia tidak menerapkan kurikulum pendidikan Governemen Hindia Belanda di Tamansiswa. Sebab sejak awal Ki Hadjar Dewantara memang sudah meniatkan bahwa Tamansiswa akan dijadikan sebagai alat untuk melawan sistem pendidikan Governemen Hindia Belanda yang cenderung merusak moral generasi muda bangsa Indonesia.

Endorsement:

“Melalui Tamansiswa, Ki Hadjar mewujudkan gagasan-gagasannya di bidang pendidikan dan kepemimpinan. Menurutnya, pendidikan, senyatanya, adalah jalan menuju kemerdekaan lahir dan batin. Dalam hemat kami, manusia merdeka adalah manusia yang mandiri dan memiliki kepribadian kuat. Gagasan Ki Hadjar ini sesuai dengan salah satu jalan yang sedang kami tempuh dalam memperbaiki pendidikan di Indonesia: mengubah paradigma pendidikan ‘berdaya saing’ menjadi pendidikan ‘mandiri dan berkepribadian’. Kita patut berbahagia atas terbitnya novel ini. Novel yang membangkitkan ruh perjuangan Ki Hadjar Dewantara. Dari situ kita bisa menyaripatikan, apa yang mestinya kita lakukan saat ini di dunia pendidikan dan untuk negeri kita tercinta ini.“

—Anies Baswedan, Ph. D., Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia

“Tokoh pendidikan ini telah banyak dituturkan melalui berbagai kajian di luar novel. Kini saat kita menjumpai beliau melalui penuturan yang hidup.”

—Sujiwo Tejo, Dalang dan Penulis Buku Bestseller Ngawur Karena Benar dan Dalang Galau Ngetwit

“Saya lahir dan dibesarkan dalam satu halaman dengan Ki Hadjar Dewantara (KHD). Bapak dan ibu saya tinggal dan bertugas sebagai pamong (guru) di perguruan Tamansiswa Yogyakarta. Sejak kecil saya mengenal KHD sebagai eyang yang rajin berkebun dan berkeliling halaman perguruan. Sosok KHD suka tersenyum dan lemah lembut, tapi kadang terkesan sangat tegas dengan jari telunjuk bergetar. Kesan ini muncul bila saya yang masih balita bertingkah nakal, misal main lempar-lempar batu. Kala itu banyak tokoh nasional dan luar negeri bertamu. Ada pimpinan cabang Tamansiswa, para wartawan, menteri, bahkan Bung Karno. Tokoh luar negeri yang saya saksikan adalah pemenang nobel, pemimpin Santiniketan (India), J. Nehru. KHD dikenal sebagai tokoh intelektual namun terkesan rendah hati. Sebagai tokoh nasional KHD juga tampak sangat merakyat dengan kostum sarung pecinya. Sering kita lihat makan semeja bersama pamong dan pegawainya. Sejak belia jiwanya sudah anti penjajah. Tak jarang berkelahi dengan sinyo anak ambtenaar. Soewardi dididik ayahnya Pangeran Soerjaningrat untuk mengutamakan kewajiban membela sesama daripada hak pribadinya. Setelah mempelajari jalan hidupnya, ternyata KHD sebagai putra terbaik bangsa mempunyai multitalenta. Diawali perannya sebagai perintis jurnalis, tokoh politik yang nonkooperatif, Bapak Pendidikan Nasional, Doktor Honoris Causa Kebudayaan. Ternyata beberapa konsep manajemennya dianut oleh para pemimpin nasional dan tercantum dalam UUD 1945. Sebagai seniman agung, KHD telah mencipta tangga nada gamelan ‘Sari Swara’ serta tembang-tembang yang sarat makna. KHD sebagai guru bangsa telah mendidik bangsa melalui berbagai bidang ilmu.”

—Ki Priyo Dwiarso, anggota Majelis Luhur Persatuan Tamansiswa

“Membaca novel biografi Ki Hadjar Dewantara adalah membaca perjalanan bangsa ini dari bagian terpenting. Karena Ki Hadjar Dewantara adalah ikon dunia pendidikan kita. Novel ini mengisahkan hal-hal yang tak pernah kita bayangkan. Inspiratif!”

—Aguk Irawan M.N., Penulis novel megabestseller Air Mata Tuhan dan Haji Backpacker

“Tugas terberat setelah mengumpulkan fakta-fakta sejarah ketika akan ditulis menjadi sebuah novel adalah menghidupkan fakta-fakta tidak bernyawa itu, sehingga pembaca tidak sekadar disuguhi rangkaian data-data mati, melainkan sebuah kehidupan utuh seorang tokoh yang tidak saja memiliki pikiran, tapi juga perasaan. Haidar Musyafa melalui novel Sang Guru ini telah berhasil melakukan tugas itu dengan baik, sehingga pembaca bisa menikmati bukan sekadar perjalanan hidup Ki Hadjar Dewantara yang tampak ke permukaan, tetapi juga mengungkap keseharian yang paling rahasia sekalipun.”

—E. Rokajat Asura, Penulis Novel Bestseller Kupilih Jalan Gerilya: Roman Hidup Panglima Besar Jenderal Soedirman, Dwilogi Prabu Siliwangi, Trilogi Pangeran Diponegoro, dan Air Mata Surga

“Buku ini menghadirkan jejak langkah perjuangan Raden Mas Soewardi Soerjaningrat dari waktu ke waktu sebagai pelopor perubahan seabad yang lalu, hingga memilih nama sesuai karakternya, Ki Hadjar Dewantara, yang mencerminkan pengalaman pribadinya menjadikan setiap tempat sebagai sekolah dan menjadikan setiap orang sebagai guru.”

—Prof. Dr. H. Muhammad Chirzin, M.Ag., Guru Besar Tafsir Al-Qur’an UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

“Buku ini menjadi buku yang mencerahkan, utamanya bagi generasi muda bangsa Indonesia saat ini. Sehingga mereka memiliki semangat kemerdekaan pendidikan, murni dan tulus sebagaimana ajaran Ki Hadjar Dewantara. Kehadiran buku ini juga bisa dijadikan tuntunan yang wajib dibaca oleh semua stake holder pendidikan, baik sekolah, pemerintah, dan masyarakat.”

—Dr. Azzam Syukur Rahmatullah, S.H.I, M.Si, M.A., Dosen Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

“Buku Sang Guru yang menceritakan kehidupan dan perjuangan Ki Hadjar Dewantara ini patut dibaca oleh kalangan aktivis, juga masyarakat umum dalam rangka mencapai masyarakat Indonesia yang lebih baik. Tujuannya, agar sikap kenegarawanan Ki Hadjar Dewantara dapat diteladani oleh generasi saat ini, guna mengantisipasi ancaman disintegrasi bangsa sebagaimana telah melanda di beberapa bekas negara Eropa Timur, Uni Soviet, bahkan di sekitar Timur Tengah. Bencana yang diakibatkan adanya disintegrasi bangsa sangat merugikan kita dan anak cucu kita.”

—Drs. H. Afnan Hadikusumo, anggota DPD RI 2014-2019

Reviews

There are no reviews yet.

Be the first to review “Sang Guru”

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

14 + sixteen =