Description
MUNIR adalah utang kemanusiaan yang tak jelas kapan bakal lunas—setelah hampir dua dekade kematiannya berlalu. Pollycarpus itu bukan debitur keadilan yang seharusnya ditagih. Dia hanyalah semacam “pengantin” yang menjadi wakil “sang imam” dalam ideologi bom bunuh diri kaum radikalis. Dia hanyalah martir yang sengaja dimartirkan.
Namun, di buku ini kita tidak bicara tentang kasus Munir. Biarlah itu urusan yang punya wewenang. Kemampuan kita sebatas mencolek dan mengingatkan mereka. Kalaupun Indonesia membiarkan kematian Munir tetap menjadi utang kemanusiaan yang memang sengaja tidak dibayar lunas, biarlah mereka-mereka yang punya utang itu menanggung dosa.
Di buku ini kita ingin “menghidupkan” Munir kembali, melalui ingatan-ingatan kolektif tentang kebaikan-kebaikan dan perjuangan habib satu ini. Ingatan tentang Munir harus selalu hidup agar semangat kemanusiaan dan kesadaran tentang hak asasi terus terawat di negara yang semakin ke sini terkesan semakin ngawur memperlakukan kemanusiaan ini.
Lelakon Munir adalah partitur yang harus selalu dijaga agar kemanusiaan tidak putus asa merawat harapan. Semangatnya perlu terus diamplifikasi ke seluruh ruang dan waktu yang tak terbatas.
Reviews
There are no reviews yet.