Mengenal Sejarah KebangkitanKorea Selatan melalui Buku “Keajaiban Sungai Han”

Oleh: Faried Wijdan

Narasumber, Penulis, Tokoh CSIS, Rektor Universitas Prasetya Mulya, dan Para Tamu Istimewa Berfoto Bersama Usai Acara, sambil menunjukkan buku Keajaiban Sungai Han: Korea Selatan Mengguncang Dunia. (Foto: Dok. Penerbit Imania/ Faried Wijdan)

JAKARTA—Centre for Strategic and International Studies (CSIS) bekerja sama dengan Pusat Studi Asia Timur (Centre for East Asian Studies/CEAS), Universitas Prasetya Mulya, dan Kedutaan Besar Republik Indonesia untuk Republik Korea di menggelar peluncuran buku “Keajaiban Sungai Han: Korea Selatan Mengguncang Dunia”, di Auditorium CSIS, Pakarti Building Centre, Jl. Tanah Abang III, Jakarta Pusat, pada Jumat (18/10).

Acara dihadiri Ketua Dewan Penasihat Pusat Studi Asia Timur Universitas Prasetya Mulya Jusuf Wanandi, Rektor Universitas Prasetya Mulya Djisman Simanjuntak, Direktur Eksekutif EAS Rizal Sukma, serta Duta Besar RI untuk Korea Selatan (2021-2023) Gandhi Sulistyanto. Menteri Luar Negeri Retno Marsudi berhalangan hadir dan mengirimkan pesan lewat video.

Sigit Aris Prasetyo, penulis buku, Doktor Bidang Politik dan Hubungan Internasional dari Universitas Auckland, Selandia Baru, Diplomat Madya Kementerian Luar Negeri RI, sekaligus konselor politik pada Kedutaan Besar Indonesia di Korea Selatan, mengungkap jika buku yang rampung sejak September 2023 ini tidak hanya menyoroti perkembangan ekonomi Korsel, tetapi juga bagaimana Negeri Gingseng berhasil mengekspor budaya populer melalui fenomena Hallyu atau Gelombang Korea.

Keberhasilan Korsel, menurut Sigit, tidak hanya terletak pada kebijakan ekonominya yang brilian, tetapi juga pada bagaimana mereka menggunakan kekuatan budaya sebagai instrumen diplomasi global.

“Mereka menciptakan nilai tambah yang luar biasa dengan menggabungkan ekonomi, teknologi, dan budaya,” kata dia.

Sigit juga menjelaskan jika buku setebal 387 halaman ini menghadirkan sebuah narasi komprehensif tentang “Miracle of the Han River” atau “Keajaiban Sungai Han”—istilah yang digunakan untuk menggambarkan kebangkitan ekonomi Korea Selatan sejak tahun 1960-an.

Sigit memaparkan faktor-faktor yang mendorong pertumbuhan luar biasa negara tersebut, dan bagaimana Korea Selatan bisa menjadi model bagi negara-negara berkembang seperti Indonesia.

“Buku ini menjelaskan bagaimana perusahaan chaebol (raksasa dalam bahasa Korea) besar seperti Samsung, Hyundai, dan LG berperan penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi Korea Selatan, dan ada peran pemerintah dalam menciptakan kebijakan pro-investasi, pendidikan berkualitas, dan fokus pada inovasi teknologi yang menjadi fondasi kesuksesan jangka panjang negara tersebut,” ungkapnya.

Sementara itu, Anggota Wantimpres sekaligus Duta Besar RI untuk Korsel, Gandi Sulistiyanto, dalam sambutannya ketika peluncuran, menyebut jika buku ini dapat menjadi reservoir bagi pembaca di Tanah Air untuk lebih mengenal dan memahami sejarah perkembangan Korsel, yang awalnya negara miskin dan terbelakang, kini menjadi kekuatan ekonomi global.

“Saya melihat tidak banyak tulisan atau referensi mengenai perkembangan dan kemajuan Korea yang ditulis oleh penulis Indonesia, dan jika ada mungkin terbatas,” katanya.

“Saya berharap buku ini dapat menjadi sumber inspirasi bagi siapa saja, khususnya kalangan muda di Indonesia untuk dapat meniru mentalitas juang, tahan banting, dan semangat pantang menyerah orang Korea dalam mengubah nasib mereka,” tambahnya.

Selain peluncuran buku, dalam kesempatan itu juga digelar Kuliah Umum yang disampaikan oleh Mantan Menteri Luar Negeri (Menlu) Korea Selatan (Korsel), Park Jin, bertajuk “Korea’s Role in East Asia Community Building and Indonesia Korea Partnership”. Park Jin menyatakan bahwa Korsel berkomitmen menjaga perdamaian dan mengembangkan perekonomian bersama Indonesia dan negara-negara kawasan. Dan dia menilai kerja sama Indonesia-Korsel bakal makin cerah di era pemerintahan Presiden Terpilih Prabowo Subianto.

“Korea Selatan berada di garis depan integrasi ekonomi di Asia Timur. Kontribusi kami melalui perjanjian perdagangan, seperti RCEP dan Perjanjian Perdagangan Bebas Korea-ASEAN, merupakan kunci kerja sama regional,” kata Park Jin dalam kuliahnya.

Park Jin menilai jika prospek kemitraan Korsel-Indonesia cerah, terutama di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto nantinya.

Menurut Park, setidaknya ada lima bidang yang dieksplorasi untuk kerja sama, yaitu bidang militer, ekonomi dan perdagangan, infrastruktur ibu kota baru Indonesia, perubahan iklim, dan pendidikan.

Dalam bidang pertahanan dan militer, misalnya, Park menekankan jika Korsel dan Indonesia perlu fokus pada produksi senjata bersama dan transfer teknologi—seperti proyek jet tempur KF-21. Sementara untuk bidang perdagangan, elektronik, baja, dan otomotif merupakan sektor potensial untuk pertumbuhan ekonomi kedua negara.

Dia juga menyatakan sepanjang 50 tahun hubungan Indonesia dan Korea Selatan telah mengatasi tantangan bersama dan saling berbagi kemakmuran.

“Saat ini Pemerintah Korea sedang mendorong Strategi Indo-Pasifik dan KASI (Korea-ASEAN Solidarity Initiative). Kami sedang fokus pada kerja sama dengan Indonesia sebagai negara utama dalam kerja sama Korea dengan Asia Tenggara.” ungkap Menlu Park.

“Korea dan Indonesia perlu untuk memperkuat kerja sama dalam lingkup Asia Tenggara untuk menjawab ancaman keamanan dunia, seperti senjata nuklir dan peluru kendali dari Korea Utara. Selain itu, kerja sama terkait industri masa depan juga harus diperluas, seperti dalam bidang digital, mobil listrik, dan keamanan ekonomi,” lanjutnya.

Sementara itu, Menlu RI Retno Marsudi—yang menyampaikan sambutannya melalui rekaman video—juga menegaskan pentingnya peran Indonesia dan Korsel sebagai mitra strategis dalam mewujudkan kekuatan bersama untuk mempertahankan perdamaian dan stabilitas kawasan Asia-Pasifik.

“Di tengah dinamika geopolitik saat ini, Indonesia dan Korea Selatan harus jadi kekuatan positif yang membantu mengurangi ketegangan kawasan,” kata Retno.

Retno yakin jika peran untuk menjaga perdamaian dan kestabilan kawasan dapat diemban bersama, mengingat relasi antara antara kedua negara telah mencapai taraf kemitraan strategis khusus. Apalagi, kata Retno, Indonesia dan Korea Selatan memiliki kesamaan dalam kepentingan ekonomi dan keyakinan bersama pada nilai-nilai demokrasi, hak asasi manusia (HAM), dan supremasi hukum.

Untuk itu, Indonesia dan Korea Selatan sebagai sesama negara Asia-Pasifik, menurut dia, harus mampu membangun jembatan serta menciptakan rasa saling percaya antara negara-negara di kawasan.

Share:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

7 − 3 =