- di zaman Rasulullah dan Khulafaurrasyidin, fungsi pemimpin adl pelindung ummat, Rasul katakan “Imam laksana perisai”
- di zaman kapitalisme, pemerintah berubah jd broker penjajah yg menjual kekayaan ummat, dan menguntungkan dirinya sendiri
- di masa Rasulullah dan Khulafaurrasyidin serta Khilafah Islam, ummat terjamin terpenuhinya keperluan pokok, dgn hukum syariat Allah
- di masa ini, saat kapitalis merajalela, ummat-lah yang harus menjamin keperluan pokok pemerintah, bahkan keperluan mewahnya, pesawatnya
- maka kenaikan BBM ini bukan hanya harus ditolak, namun kita pun harus menyadari, ini akan selalu terjadi selama kapitalis sistemnya
- karena itu haruslah kita serukan, hanya syariat Islam yg akan mengatur dengan adil, hanya Khilafah yg mampu kembalikan kebaikan ummat
- disampaikan Rasul “seorang imam (khalifah) adl pengatur urusan rakyat dia dimintai pertanggungjawaban atas rakyatnya” (Mutafaq alaihi)
- hanya syariah dan khilafah yg mampu menghapuskan kedzaliman dan mengangkat penjajahan, dan itu adalah tuntutan iman
Sumber: @felixsiaw
***
Dear, Felix…
Kalimat yang pernah Anda tulis ini, kok, menggelitik saya; “Hanya syariah dan khilafah yang mampu menghapuskan kezaliman dan mengangkat penjajahan. Dan itu adalah tuntutan iman”.
Begini, Saudara. Saya jelaskan, ya.
Syariah itu suatu tuntunan agar selalu menyembah Allah Swt. sepanjang hidup manusia. Perintah Allah agar setiap orang mukallaf beribadah pada-Nya. Sumber syariah Islam adalah Al-Quran, hadis, ijmak, dan qiyas. Syariah adalah satu dari tiga dimensi kandungan Islam, di samping iman dan tasawuf.
Sedangkan “khilafah” adalah salah satu bentuk negara yang pernah muncul dalam sejarah peradaban manusia. Kita mengenal khilafah di zaman Khulafaur Rasyidin, yaitu era Khalifah Abu Bakar As-Siddiq, Umar bin Khattab, Usman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib. Setelah masa Khulafaur Rasyidin ada pemerintahan yang dikenal dengan Khilafah Usmaniyah.
Pada aras lokal, kalau Anda belajar sejarah Nusantara, pernah ada Kesultanan Yogyakarta. Sultannya bergelar “Sampean Dalem Ingkang Sinuhun Kanjeng Sri Sultan Hamengku Buwana Senapati ing Alaga Abdurrahman Sayyidin Panatagama Khalifatullah Ingkang Jumeneng Kaping…” (titik di akhir diisi angka berdasarkan urutan bertahta). Gelar tersebut mencerminkan otoritas penguasa Yogyakarta sebagai khalifatullah (wakil Allah) di dunia, yang bertugas menata kehidupan keagamaan.
Jadi, syariah itu urusan keagamaan, sedang khilafah adalah sistem pemerintahan.
Perlu penjelasan komprehensif, komplit, tentang maksud penyebutan kata “syariah” dan “khilafah” dalam bingkai pilar keimanan. Literatur keislaman enggak menyebutkan terma “khilafah” sebagai pilar keimanan. Literatur Islam juga enggak nyebut syariah itu bersama khilafah; atau syariah sejajar dengan syariah; atau khilafah itu urutan setelah syariah. Enggak ada yang nyebutin itu semua.
Kalimat berikutnya mempersepsikan keyakinan Anda bahwa khilafah itu tuntutan iman. Lho, gimana Anda bisa bikin argumentasi kayak gitu? Rumusnya dari mana, coba?
Firman Allah Swt dalam, Surah Al-Baqarah ayat 177:
لَّيْسَ الْبِرَّ أَن تُوَلُّواْ وُجُوهَكُمْ قِبَلَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ وَلَـكِنَّ الْبِرَّ مَنْ آمَنَ بِاللّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَالْمَلآئِكَةِ وَالْكِتَابِ وَالنَّبِيِّينَ
Berbakti itu bukan sekadar menghadapkan wajahmu (dalam shalat) ke arah Timur atau Barat, tetapi berbakti sebenarnya ialah iman seseorang kepada Allah, hari akhirat, para malaikat, kitab-kitab, dan nabi-nabi
Kitab Shahih Bukhari juga mencatat hadis Rasulullah Saw. tentang iman. Nukilannya sebagai berikut;
قال الإيمان أن تؤمن بالله وملائكته وكتبه وبلقائه ورسله وتؤمن بالبعث .
Iman adalah meyakini Allah Swt., para malaikat Allah, kitab-kitab Allah dan bertemu dengan-Nya, para utusan Allah dan meyakini hari kebangkitan.
Nah, berpijak pada Al-Quran dan hadis di atas, maka, ahli teolog dan ulama ahli hadis sepakat kalau tuntutan iman tercermin dalam pilar-pilar keimanan yang jumlahnya ada enam, yaitu: meyakini adanya Allah, malaikat Allah, kitab-kitab Allah, utusan Allah, hari kiamat, dan qadha–qadar Allah.
Beriman kepada Allah, maksudnya yakin dan percaya, mantap, bahwa yang berhak disembah hanya Allah. Enggak ada yang lain. Syekh Ibrahim al-Baijuri, dalam kitabKifayatul Awwam, membimbing kita, untuk bisa haqul yaqin hanya Allah sebagai Dzat yang disembah, perlu beberapa tahapan pengetahuan.
Pertama, setiap muslim harus tahu 41 doktrin ketuhanan yang dikelompokkan dalam tiga kategori: wajib (secara logika harus ada), mustahil (secara logika enggak mungkin ada), dan jaiz (secara logika bisa ada; juga bisa enggak ada). Pengetahuan ini harus disertai argumentasi.
Dua puluh doktrin kategori wajib adalah mengetahui jika Allah itu bersifat wujud, ada, secara argumentatif. Argumentasi keberadaan Allah, misalnya, dibuktikan dengan adanya alam semesta. Alam semesta bersifat imkan (kemungkinan): mungkin ada, mungkin enggak ada. Alam ada atau enggak, keduanya sama-sama mungkin. Namun, kenyataannya, saat ini alam semesta diakui ada. Berarti, dengan begitu, harus diakui juga jika ada Dzat yang mewujudkannya.
Selanjutnya qidam (tak ada permulaan) dan baka (tak ada akhir). Sifat baka, berarti Allah enggak mungkin rusak. Selanjutnya mukhalafah lil hawadits (berbeda dari semua makhluk). Hawadits (makhluk) itu mempunyai dua sisi; pertama, wujudnya didahului ketiadaan; kedua, wujudnya mungkin saja (imkan) terus berlangsung, mungkin juga akan selesai, lalu diganti “ketiadaan”. Nah, Allah berbeda dengan hawadits, dalam konteks kemungkinan (imkan).
Selanjutnya al-qiyam bin nafs (mandiri secara mutlak). Nafs itu Dzat. Sedangkan al-qiyam bin nafs adalah, Allah enggak butuh dzat untuk didiami, juga enggak butuh apa-apa yang bisa menjadikan-Nya. Argumentasi sifat ini adalah, seandainya Allah memerlukan “yang menjadikan-Nya”, niscaya Allah itu “baru”. Jika Allah “baru”, nah, itu yang enggak mungkin. Sebab, Allah mempunyai sifat wujud, qidam, dan baka.
Sifat Allah selanjutnya adalah wahdaniyah (tidak berbilang), qudrah (kuasa), iradah (berkehendak), ilmu (mengetahui), hayah (hidup), sama’ (mendengar), bashar (melihat), kalam (berfirman), qadiran (Dzat Yang Maha Kuasa), muridan (Dzat Yang Maha Berkehendak), ‘aliman (Dzat Yang Maha Mengetahui), hayyan (Dzat Yang Maha Hidup), sami’an (Dzat Yang Maha Mendengar), bashiran (Dzat Yang Maha Melihat), serta mutakalliman (Dzat Yang Maha Berkata-kata).
Sedangkan sifat dua puluh kategori mustahil bagi Allah adalah antonim dari dua puluh kategori sifat wajib Allah. Sifat-sifat mustahil itu adalah; ‘adam (tidak ada), huduts (baru), fana’ (rusak), mumatsalah lil hawadits (menyerupai makhluk), ihtiyaj ilal mahal (membutuhkan yang lain), ta’addud (berbilang), ‘ajz (lemah), karohah (tidak punya kehendak), jahl (bodoh), maut (mati), shamam (tuli), ‘ama (buta), bukm (bisu), ‘ajizan (Dzat yang lemah), karihan (Dzat yang tidak berkehendak), jahilan (Dzat yang bodoh), mayyitan (Dzat yang mati), ashamma (Dzat yang tuli), a’ma (Dzat yang buta) , dan abkam (Dzat yang bisu).
Sedangkan sifat yang ke-41 adalah jaiz, yakin bahwa kewenangan menjadikan mahluk baik, jelek, berislam, kafir, bodoh, pintar, dan lainnya, itu mutlak hak Allah.
Beriman kepada malaikat Allah itu artinya yakin para malaikat itu makhluk Allah yang tercipta tanpa perantara ayah dan ibu. Malaikat juga harus diyakini enggak berjenis kelamin, enggak makan, enggak minum, enggak tidur, dan bebas dari sifat-sifat lainnya yang melekat pada manusia. Perbuatan malaikat enggak dicatat, karena para malaikat yang mencatat. Sebagai bacaan awal, tulisan Muhammad Nawawi dalam kitab Nurudz Dzalam dapat membantu menambah wawasan soal malaikat.
Ada sepuluh malaikat yang harus diketahui seorang muslim. Pertama, Jibril, yang tugasnya menyampaikan wahyu Allah kepada para nabi. Jibril adalah perantara antara Allah dan manusia (rasul). Jibril enggak lagi turun ke bumi pasca-Nabi Muhammad Saw. wafat. Tapi, Imam Suyuthi berpendapat kalau Jibril masih turun ke bumi menghadiri umat Islam yang wafatnya dalam keadaan punya wudhu.
Kedua, Mikail. Tugasnya ngurusin hujan, lautan rezeki, dan menggambar rupa kandungan dalam rahim.
Ketiga, Israfil, yang berdinas di Lauh Mahfudz dan meniup sangkakala. Di sangkakala tersebut ada lubang-lubang ruh. Suatu saat nanti Israfil meniupnya dua kali. Tiupan pertama menghancurkan semua makhluk, kecuali tujuh makhluk yang dikehendaki Allah, yaitu arsy, kursi, lauh mahfudz, qalam, surga, dan neraka. Tiupan kedua membangkitkan semua makhluk. Lalu ruh-ruh kembali kepada jasadnya. Satu ruh pun enggak bakal masuk ke jasad yang salah. Akurat.
Keempat, Izrail, yang dimandat Allah mencabut nyawa semua makhluk, tanpa terkecuali. Termasuk nyawa binatang terkecil sekalipun. Syaikh Al-Baijuri menggambarkan Izrail itu sangat besar, hingga semua makhluk hidup ada di antara kedua matanya. Izrail punya pembantu sebanyak orang yang akan wafat. Izrail bertindak santun terhadap orang-orang beriman, tapi enggak ke orang yang hatinya garing.
Kelima dan keenam, Munkar dan Nankir. Mereka bertugas menginterogasi manusia dan jin, baik yang beriman, kafir, maupun munafik. Enggak pilih-pilih, semua orang pasti ditanyain. Interogasi berlangsung setelah jenazah dimakamkan dan pengiringnya meninggalkan pemakaman. Saat itulah Allah mengembalikan ruh ke fisik mayat, lalu Munkar-Nankir menjalankan tugasnya.
Menurut Ibn Abbas, interogasi Munkar dan Nankir itu seputar dua kalimat syahadat. Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan, orang-orang mukmin mampu menjawab semua pertanyaan, sedangkan orang kafir dan munafik ketakutan, enggak tahu kudu jawab apa.
Munkar dan Nankir adalah sebutan untuk malaikat yang mendatangi orang kafir dan mukmin durhaka, yang enggak tobat. Sedangkan yang datang buat orang mukmin taat atau mukmin maksiat yang sudah tobat, panggilan mereka adalah Mubasyir dan Basyir.
Ketujuh dan kedelapan adalah Raqib dan Atid. Keduanya nyatetin segala aktivitas baik atau buruk manusia, baik berupa perkataan, perbuatan, maupun keyakinan. Raqib dan Atid adalah bagian dari dua puluh malaikat—selain yang wajib diketahui—yang bertugas menjaga manusia dari bahaya. Rinciannya: sepuluh malaikat tugas malam, sepuluh lainnya siang. Dan di antaranya ada Raqib dan Atid.
Kesembilan adalah Malik, yang menjaga tujuh neraka. Malik bersama malaikat Zabaniyah terdiri dari 19 kelompok. Setiap kelompok terdiri dari beberapa pasukan, yang jumlah personelnya hanya Allah yang tahu. Pintu neraka terdiri dari tujuh tingkatan. Yang tertinggi Jahannam. Allah menciptakan neraka sejak dulu dan masih ada hingga sekarang. Letak neraka di bawah bumi yang tujuh. Allah menciptakan neraka untuk ahli maksiat, sebagai bukti keadilan-Nya.
Kesepuluh adalah Ridwan, yang menggawangi surga. Ridwan adalah kepala dari sekian banyak penjaga surga Allah Swt. Terdapat delapan pintu besar surga, yaitu pintu al-Syahadatain, al-Shalat, Shiyam, Zakat, Haji, dan lainnyaLetak surga di langit ke-7, di bawah arsy. Allah menciptakan surga untuk orang taat.
Pilar keimanan selanjutnya adalah yakin dan percaya pada kitab-kitab Allah yang diturunkan pada para rasul, yaitu Zabur yang diturunkan kepada Nabi Daud; Taurat kepada Nabi Musa; Injil kepada Nabi Isa; dan Al-Quran yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. Beriman kepada kitab-kitab Allah berarti yakin bahwa Allah Swt. telah menurunkan beberapa kitab kepada para rasul, untuk menjadi pedoman hidup manusia era itu.
Al-Quran, yang diturunkan kepada Nabi Muhammad, adalah kitab terakhir yang jadi pedoman seluruh umat manusia. Enggak ada lagi kitab Allah setelah Quran. Umat Islam yakin dan percaya bahwa Allah bersifat kalam, yang itu adalah Al-Quran. Artinya, Al-Quran menunjukkan pada kalam Allah. Misalnya, ayat Al-Quran “aqimus shalah”, yang menunjukkan arti kewajiban shalat. Makna ini sama halnya dengan makna yang ditunjukkan oleh kalam Allah Al-Qadim.
Pilar keimanan kepada para rasul Allah adalah dengan memahami sifat-sifat wajibnya, yang terdiri dari shiddiq (jujur), amanah (terpercaya), tabligh (tersampaikan), dan fathanah (cerdas). Keempat sifat rasul ini mutlak ada. Enggak kebayang jika enggak ada pada diri rasul.
Sifat yang mustahil (enggak mungkin) melekat pada para rasul adalah kebalikan dari sifat wajib di atas, yaitu kidzb (bohong), khiyanah (enggak dapat dipercaya), kitman (menyembunyikan), dan baladah (bodoh). Sifat lain para rasul adalah kategori jaiz. Maksudnya, kewenangan para rasul mengalami peristiwa tertentu yang enggak mengurangi kedudukannya sebagai makhluk mulia.
Beriman kepada para rasul Allah juga diwujudkan dengan mengetahui 25 Rasul Allah, yaitu: Nabi Adam as., Nabi Idris as., Nabi Nuh as., Nabi Hud as., Nabi Shaleh as., Nabi Ibrahim as., Nabi Luth as., Nabi Ismail as., Nabi Ishaq as., Nabi Ya’qub as., Nabi Yusuf as., Nabi Ayyub as., Nabi Syu’aib as., Nabi Musa as., Nabi Harun as., Nabi Zulkifli as., Nabi Daud as., Nabi Sulaiman as., Nabi Ilyas as., Nabi Yasa’ as., Nabi Yunus as., Nabi Zakaria as., Nabi Yahya as., Nabi Isa as., dan Nabi Muhammad Saw. Setiap muslim harus mengetahui, meyakini, dan membenarkan 25 rasul tersebut.
Pilar keimanan lain adalah percaya dan yakin pada Hari Akhir dengan segala keajaibannya. Hari Akhir dan yang berkaitan dengannya pasti datang. Pasti terjadi. Beberapa hal yang berkaitan dengan Hari Akhir, seperti siksa dan nikmat alam kubur, Hari Makhsyar, pembalasan amal perbuatan, surga, neraka, dan lainnya.
Termasuk dalam Hari Akhir adalah kiamat, di mana seluruh alam semesta hancur lebur. Semua makhluk binasa. Hanya Allah yang mengetahui timming-nya. Enggak ada seorang pun tahu waktu persisnya. Allah berfirman dalam Surah Al-A‘râf ayat 187:
Mereka menanyakan kepadamu tentang kiamat, bilakah terjadinya? Katakanlah, sesungguhnya pengetahuan tentang kiamat itu adalah pada sisi Tuhanku, tidak seorangpun dapat menjelaskan waktu kedatangannya selain Dia. Kiamat itu amat berat (huru-haranya bagi makhluk) di langit dan di bumi. Kiamat itu tidak akan datang kepadamu, melainkan dengan tiba-tiba. Mereka bertanya kepadamu seakan-akan kamu benar-benar mengetahuinya. Katakanlah, sesungguhnya pengetahuan tentang hari kiamat itu adalah di sisi Allah, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.
Kiamat berlangsung sangat cepat. Diawali tiupan sangkakala Israfil, komando kematian seluruh makhluk hidup. Keadaan mati bertahan selama waktu tertentu. Lalu, tiupan kedua menyusul, sebagai tanda datang masa kebangkitan. Allah Swt. membangkitkan orang-orang dari kubur. Lalu, Allah kumpulkan mereka di suatu tempat untuk mengalkulasi perbuatan mereka saat hidup di dunia.
Allah berfirman Surah Al-Mu’minûn ayat 15-16: Kemudian, sesudah itu, sesungguhnya kamu sekalian benar-benar akan mati. Kemudian, sesungguhnya kamu sekalian akan dibangkitkan (dari kuburmu) di hari kiamat. Di fase ini, seluruh perbuatan baik dan buruk manusia diperhitungkan. Ketahuan semua, sampai sedetail-detailnya. Masing-masing orang panik, mulai memikirkan dirinya sendiri. Enggak ada waktu buat mikirin orang lain.
Pilar keimanan selanjutnya adalah percaya qadha dan qadar Allah. Qadha’ berarti keputusan Allah Swt. Maksudnya, setiap muslim harus yakin kalau segala keputusan Allah Swt. tercatat sejak zaman azali –zaman tak ada permulaan. Sedangkan qadar berarti “bagian” atau “ketentuan”. Maksudnya, perwujudan dari qadha’.
Qadar—masyarakat muslim Indonesia sering menyebutnya dengan “takdir” –itu ada yang mubram. Artinya, ketentuan Allah yang realisasinya enggak bisa berubah sama sekali. Contoh, seseorang yang telah ditentukan umurnya 60 tahun, ia akan meninggal dunia saat umur 60. Enggak bisa diubah setengah detik pun, baik dicepetin atau dilambatin.
Juga ada takdir muallaq, yaitu ketentuan Allah yang dikaitkan sesuatu. Realisasi takdir muallaq enggak mutlak sebagaimana takdir mubram. Misal, seseorang ditakdirkan miskin jika enggak kerja keras. Jika orang itu bekerja keras, dengan tujuan agar menjadi kaya, dia pun menjadi orang kaya. Jika hal itu terjadi, maka kaya itu dalam konteks takdir muallaq.
Tapi, hati-hati memahaminya. Itu bukan berarti takdir Allah bisa dikalahkan dengan kerja keras. Tapi, itu adalah takdir Allah yang dikaitkan dengan usaha makhluk. Hanya saja, soal hasil akhir usaha, itu juga tergantung, termasuk mubram atau muallaq. Manusia enggak tahu apa saja yang termasuk mubram dan mana termasuk muallaq. Meski demikian, seorang muslim dianjurkan untuk berdoa dan berusaha, agar yang diharapkan itu termasuk takdir muallaq.
Para ulama kalam sangat berhati-hati merumuskan pilar-pilar keimanan. Urutan penyebutannya ditetapkan dengan argumentasi yang telah disepakati. Rukun iman kedua, yaitu beriman kepada para malaikat, misalnya, mendahulukan malaikat karena malaikat adalah perantara wahyu dari Allah pada Rasulullah. Maka itu, urutannya malaikat dulu, baru kitab-kitab, dan selanjutnya rasul-rasul.
Lalu di bagian mana argumen khilafah bisa dimasukkan sebagai tuntutan keimanan?
Dear, Felix…
Enggak ada, tuh, landasan memasukkan pendirian khilafah sebagai bagian pilar keimanan seorang muslim. Khilafah bukan rukun iman. Bukan rukun Islam juga. Anda sepertinya merujuk pada statemen Taqiyyuddin An-Nabhani dalam kitabnya as-Syakhshiyyatul Islamiyyah juz 3:
والقعود عن إقامة خليفة للمسلمين معصية من أكبر المعاصي، لأنها قعود عن القيام بفرض من أهم فروض الإسلام، يتوقف عليه إقامة أحكام الدين، بل يتوقف عليه وجود الإسلام في معترك الحياة
Berpangku tangan dari usaha mendirikan seorang khalifah bagi kaum Muslimin adalah termasuk perbuatan dosa yang paling besar, karena hal tersebut berarti berpangku tangan dari melaksanakan di antara kewajiban Islam yang paling penting, dan bahkan wujudnya Islam dalam kancah kehidupan tergantung pada adanya khalifah.
Pernyataan An-Nabhani di atas agak lebay. Faktanya, hingga saat ini, Islam menjadi agama besar di dunia, di mana pemeluknya terus meningkat dari tahun ke tahun. Dan itu terjadi tanpa adanya khilafah.
Di Indonesia pun, Islam berkembang tanpa ditopang sistem khilafah. Tak seorang pun ulama ahlussunah wal jamaah menganggap Islam enggak ada ketika khilafah enggak ada. Bahkan, menurut Hujjatul Islam Imam al-Ghazali dalam kitab Al-Iqtishad Fil I’tiqad halaman 200, beliau mengatakan:
النظر في الإمامة ليس من المهمات، وليس أيضا من فن المعقولات فيها بل من الفقهيات، ثم إنها مثار للتعصبات، والمعرض عن الخوض فيها أسلم من الخائض بل وإن أصاب، فكيف إذا أخطأ
Kajian tentang imamah (khilafah) bukan termasuk hal yang penting. Ia juga bukan termasuk bagian studi ilmu rasional, akan tetapi termasuk bagian dari ilmu fikih (ijtihad ulama). Kemudian masalah imamah berpotensi melahirkan sikap fanatik. Orang yang menghindar dari menyelami soal imamah lebih selamat daripada yang menyelaminya, meskipun ia menyelaminya dengan benar, apalagi ketika salah dalam menyelaminya.
Imam Al-Ghazali bernas menegaskan, kajian tentang khilafah bukan sesuatu yang penting dalam Islam. Nah, sebab itu, memasukkan khilafah sebagai bagian dari keimanan, termasuk pendapat bahwa Islam tergantung kepada khilafah, adalah statemen yang lebay.
Sumber
Buku Dear Felix Siauw, Penerbit Imania
M. Sulton Fatoni