Resensi: Tuhan Maha Asyik

Judul Buku: Tuhan Maha Asyik
Pengarang: Sujiwo Tejo & Dr. M. N. Kamba
Penerbit: Imania
Tahun Terbit: Cetakan IV April, 2017
Halaman: 245 halaman
Buku ini dibuka dengan sebuah lirik lagu berbahasa jawa yang ditulis dan dinyanyikan sendiri oleh sujiwo tejo. Terdapat barcode yang bisa dipindai menuju link untuk mengunduh lagu tersebut.
Dilanjutkan prolog yang ditulis oleh putu setia. Dia menceritakan tentang sanyasin atau pendeta yang mengibaratkan Tuhan bisa dimana saja dan bisa menjadi siapa saja. Kemanapun dan dimanapun kamu akan melihat wajah Tuhan.
Wayang 1 adalah judul pertama dalam buku ini. Menceritakan beberapa anak yang membahas tentang pedalangan dan wayang. Buchori, Kapitayan, Christine dan Parwati diceritakan sedang berlatih dan setelah itu menonton pertunjukan wayang. Terapat penjelasan pula bahwa “aktivitas” wayang adalah kehendak dari dalang, wayang tidak dapat “protes” terhadap apa yang terjadi. Hal ini berlaku untuk wayang golek atau wayang kulit. Berbeda apabila dalam wayang orang, dimana para wayang dapat berimprovisasi sesuai dengan kehendaknya tetapi tidak keluar dari jalan cerita yang ditetapkan oleh dalang. Cerita ini mengibaratkan bahwa setiap kehendak manusia apapun yang dijalani adalah sudah skenario dan kehendak Tuhan pula. Apapun hasilnya, baik dengan atau tanpa jalan dari Tuhan sejatinya itu adalah “restu” Tuhan.
Masih terdapat sekitar 27 judul lagi dalam buku ini yang akan membicarakan tentang Tuhan. Seperti biasanya, Sujiwo Tejo bercerita tidak jauh dari pewayangan atau hal-hal yang berkaitan dengan wayang. Seperti kehidupan, tiap bagian cerita berhubungan ada yang langsung dan ada yang tidak langsung. Sujiwo Tejo dan Nursamad Kamba membawa pembaca dalam mengenal Tuhan secara asyik karena memang Tuhan Maha Asyik. Sehingga dalam belajar mengenal Tuhan, pembaca tidak terlalu dipusingkan dengan hal-hal diluar pemahamannya karena buku ini seperti orang yang saling berbincang di warung kopi membahas tentang Ketuhanan. Ringan dan menyenangkan.

Segala peristiwa yang terjadi selama ini merupakan wahyu Tuhan. Dalam hal ini Tuhan juga memberikan wahyu tersebut kepada orang yang memang tepat sebagai perantara menurut-Nya.

“Tuhan mewahyukan teori hukum gravitasi, misalnya kepada Isaac Newton, bukan kepada orang-orang yang hafal firman-firman-Nya. Karena Newton-lah yang paling potensial secara intelektual, memiliki kemampuan teknis untuk menjabarkannya.” (hlm. 79).

Dalam bukunya penulis menggambarkan bahwa manusia sebenarnya hidup dalam ruangan yang gelap, ruangan ini sebenarnya tidak kosong tetapi belum ada cahaya yang menerangi ruang tersebut. Maka munculah wahyu yang berupa cahaya-cahaya itu seperti teori-teori yang membuka mata dan pikiran kita.

Selain itu, dari beragam maksud disetiap babnya yang mengenalkan kita kepada Tuhan. Penulis menutupnya dengan mengembalikan Tuhan pada diri sendiri, yang berarti bahwa Tuhan itu memang dekat. Siapa yang mengenal dirinya niscaya mengenal Tuhan-nya. Sepertinya ungkapan itu yang kurasa diulang-ulang di beberapa bab secara tidak langsung.
Buku ini bisa dibaca oleh siapa saja. Baik bagi kamu yang ingin mengenal Tuhan atau yang sedang “mencari” Tuhan. Tapi kawan, sejatinya Tuhan tak perlu kamu cari, atau mungkin kamu sedang tidak kenal diri?
Share:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

8 − three =