Dua Sanad Kiai-Kiai Nusantara Sedikit Memoar Untuk K. Ng. H. Agus Sunyoto

Oleh:

Aguk Irawan MN.

Penulis Buku Akar Sejarah Etika Pesantren di Nusantara: Dari Era Sriwijaya sampai Pesantren Tebu Ireng dan Ploso

Bismillahirahmanirrahim

Ada banyak momen dan pertemuan yang mengesankan jika ketemu K.H. Agus Sunyoto, dan seperti biasa saya selalu saja terpukau jika mendengar beliau berbicara dan menceritakan ihwal sejarah Nusantara, terutama terkait dengan Walisongo dan orang-orang pesantren, tetapi dua hal yang ingin saya sampaikan dalam kesempatan yanf terbatas ini.

Pertama, ketika saya bertemu dengan beliau di sekretariat LKiS sekitar tahun 2006, pasca-terbitnya buku novel-sejarah Suluk Abdul Jalil, perjalanan ruhani Syaikh Abdul Jalil. Dalam pertemuan terbatas itu benar-benar saya merasa mendapatkan hal baru terkait Syaikh Siti Jenar yang selama itu dipahami secara miring, tetapi novel itu secara proporsional menyuguhkan sejarah dari perspektif yang berbeda.

Dalam pertemuan itu, lebih dari sekedar mendapatkan materi sejarah, saya merasa pertemuan itu begitu berarti dan bermanfaat bagi perjalanan proses kreatif saya selanjutnya. Jadi jika para pembaca yang budiman pernah membaca novel-novel biografi coretan saya, diantaranya Novel-biografi Kiai Hasyim Asy’ari, Kiai Wahid Hasyim, Kiai Abdurrahman Wahid, Kartini, Sosrokartono dan lain sebagainya, maka inspirator utama saya itu adalah KH Agus Sunyoto. Maka dengan minat yang sama, yaitu sastra-sejarah, hubungan saya (sebagai murid beliau) semakin dekat.

Kedua, pertemuan sekitar tahun 2010, ketika haul Sunan Kalijaga yang ke 500, acara kerjasama antara Lesbumi DIY dengan Lesbimi Pusat. Dalam haul itu, KH Agus Sunyoto, selain memaparkan sanad keilmuan kanjeng Sunan dengan dua jalur, yaitu jalur dari Timur Tengah melalui Ibnu Arabi dan Imam Al-Ghazali, serta jalur lokal ke Empu Prapanca sampai ke Kisan, putra Nabi Ibrahim AS yang beliau yakini peletak agama tauhid (Brahman/Kapitayan) di Nusantara.

Dari worskhop itulah yang menginspirasi saya menulis karya disertasi Geneologi Etika Pesantren di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dan mendapatkan bimbingan langsung dari beliau, hingga atas saran beliau saya mendapatkan naskah Empu Prapanca di Bali.

Atas bimbingan beliau, belakangan saya mendapatkan kesimpulan, bahwa kiai-kiai pesantren dahulu mendapatkan dua sanad, yang KH Sunyoto menyebutnya sebagai sanad kanan (Arab) dan sanad kiri (Nusantara). Sanad kanan itu bersumber dari Walisongo dari jalur Ibnu Arabi. Salah satu kitab tasawuf yang dijadikan rujukan walisongo adalah kitab Mukhtaṣar al-Marqum fi Bayani Ba’dli Aḥwali-l-Ma’lum (Kodeks LOr. 7033a) dalam bahasa Arab, kemudian diterjemahkan dengan bahasa Jawa antar baris, ditulis di atas kertas daluwang tua.

Dalam Serat Centhini, Kitab Marqum disebut di antara berbagai kitab yang dibaca di sebuah pesantren di Jawa Timur abad sejak abad 17. Naskah ini merupakan kelanjutan dari sanad keilmuan Ibnu Arabi yang diajarkan Kangjeng Sunan Gunung Jati (Syarif Hidayatulah) dari jalur gurunya, Syekh Zakariyya al-Anshari abad 15. Dari Gunung Jati dijarkan kepada Sunan Bonang, kemudian diajarkan kepada Sunan Kalijaga dan seterusnya. (PNR Caraka CS 114, Caraka 105 pegon)..

Awalnya menyebar di Cirebon-Banten, lalu ke Karang Tasikmalaya, basis Syathariyah, lalu ke Jawa Timur seperti disebut dalam Serat Centhini. “Bismillahirrahmanirrahim

dietrjemahkan: Isun amimiti anebut kahot pangulunging Allah kang murah ing dunya kang asih ing akherat ….” Berikut garis sanad lengkapnya berdasarkan naskah LOr 1928 dari Sidayu Abad 16 (hal.2).

Nabi Muhammad SAW.

Sayidina Ali bin Abi Thalib karramallahu wajhahu.

Imam al-Hasan al-Bashri

Abu Ali al-Juba’i

Imam Abu Hasan Ali al-Asy’ari

Ibnu Mujahid at-Tha’i dan Abul-Hasan al-Bahili

Imam al-Baqillani (sanad Kitab Tamhid)

Imam al-Haramain al-Juwaini

Imam al-Ghazali (sanad Kitab Ihya Ulumuddin)

Imam Fakhruddin Ar-Razi (w 1209)

Imam Izzuddin bin Abdussalam (w 1262)

Ibnu Daqiqil’id (w 1302)

Imam Tajuddin as-Subki (w 1370)

Sirajuddin al-Bulqini (w 1403)

Jalaluddin al-Bulqini (w 1421)

Imam Jalaluddin as-Suyuthi (w 1505)

Syekhul Islam Zakariyya al-Anshari (w 1511) [tokoh kunci sanad ulama2 Mekah-Madinah abad 15]

Kangjeng Sunan Gunung Jati Syarif Hidayatullah (w 1550) bersama Syekh Abdul Wahab asy-Sya’rani [asy-Sya’rawi, w. 1565]

Kangjeng Sunan Bonang Syekh Ibrahim bin Kangjeng Sunan Ampel

Sementara sanad kiri didpatkan dari Sunan Bonang, saat itu Sunan Kalijaga diperintah menyadur naskah Kemandalaan-Majapahit, Silakrama karya Empu Prapanca, hasilnya adalah Serat Dewa Ruci. Kitab ini kemudian diajarkan kepada Sunan Bayat, hasilnya Nitibrata. Diajarkan kepada Ki Ageng Donopuro hasilnya Swakawiku. Diajarkan kepada Kiai Hasan Besari hasilnya adalah Krama Nagara.

Selanjutnya dari Krama Nagara itu diajarkan kepada Kiai Anggamaya hasilnya adalah Dharmasunya. Dijarkan kepada Kiai Yosodipura I hasilnya Sana Sunu. Diajarkan kepada Kiai Katib Anom hasilnya adalah Wulang Semahan. Diajarkan kepada Kiai Shaleh Asnawi hasilnya adalah Dasasila. Diajarkan kepada Kiai Soleh Darat, hasilnya Lathaifu at-Taharah, kitab ini diajarkan kepada Sosrokartono dan Kiai Hasyim Asy’ari lalu menyebar ke seluruh santrinya di Nusantara, dalam kitab-kitab diatas ditemukan pengaruh lokalitas (ma’rifat jawa).

Pertemuan paling mutakhir, saat menjelang Ramadhan, saya bertemu dengan KH. Agus Sunyoto dan Kiai Ahmad Baso. Saat itu seharian saya ngaji “ilmu” dan sanad Kanjeng Sunan Ampel untuk buku yang akan dijadikan rujukan babon UIN Sunan Ampel. Ada juga Prof Ali Mufrodi. Beliau memberikan rekomendasi banyak manuskrip berbahasa kawi dan caraka agar dijadikan sumber primer buku ini.

Kata beliau, “jangan terlalu mengandalkan sumber orientalis, yang selama ini dijadikan rujukan akademik, karena sudah banyak karya di Jurnal Scopus melihat Sejarah Walisongo itu hanya tokoh mitos, seperti Sangkuriang….” Sambil dia menunjukkan jurnalnya..

Waktu itu hari makin gelap di luar, beliau izin pamit mau pulang, dan ketika saya tanya pulang dengan apa? Beliau bilang akan naik bus umum. Deggh, kami bilang ini msh kondisi  Pandemi, kami memaksa mengantarkan pulang dengan gerobak saya. Tapi ya begitu, karakter beliau tetap ingin tidak mau merepotkan siapapun..

“Malang dekat, sampean kan ke Yogya jauh?” Katanya. Ternyata itu pertemuan terakhir. Tiga hari kemudian santrinya mengabari saya kalau  beliau sakit dan di rawat di RSUD Malang.. Semoga khusnul khatimah.. Karyamu begitu banyak, selain buku-buku yang mencerahkan, juga pesantren global dan diakuinya hari Santri Nasional oleh pemerintah. Saya haqqul yakin, ada tempat terindah disana. Alfatiha…

Yogyakarta 27 April-26Juni 2021

Share:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

4 × two =