Dialektika Hitam-Putih di Indonesia

Ahmad Muwafiq atau lebih dikenal dengan Kiai Muwafiq atau Gus Muwafiq lahir di Lamongan, 2 Maret 1974. Dia adalah ulama Nahdlatul Ulama’ (NU) dari Sleman, Yogyakarta. Gus Muwafiq dikenal sebagai salah satu orator NU ‘zaman now’ karena kedalaman ilmu dan kemampuan orasinya. Dia juga mendalami berbagai ilmu lain, salah satunya ilmu sejarah dan peradaban dari sumber-sumber autentik, yang disampaikan dengan bahasa yang lugas dan mudah diterima. Gus Muwafiq pernah menjabat sebagai asisten pribadi KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur), termasuk saat menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia.

Sebagai seorang Da’i, Gus Muwafiq tidak hanya mengisi pengajian dari mimbar ke mimbar. Beliau juga berkiprah di dunia kepenulisan, salah satu karya beliau yang hadir ke tangan pembaca budiman yang berjudul “Nusantara Tidak Akan Bubar”. Buku ini memantik semangat nasionalis dan pancasilais ditengah berbagai isu krusial yang ingin memecah belah bangsa ini. Sebagai anak bangsa sudah sepatutnya kita menjaga persatuan dan kesatuan, jangan mau di adu domba apalagi di negeri sendiri. Dengan lahirnya berbagai buku tentang semangat kebangsaan, ini merupakan suatu keniscayaan yang harus kita ejawantahkan, guna menjaga akar juang para pendahulu bangsa yang telah memproklamirkan teganya republik ini.

Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Islam yang sangat damai di dalamnya dibangun oleh keringat, darah, dan doa para ulama. Tapi, belakangan beberapa kelompok umat Islam transnasional yang mengaku sangat bertakwa tiba-tiba berbondong masuk Indonesia, berusaha merecokinya, mengoyak-ngoyak kenyataan yang ramah, dan menuduh bahwa Indonesia adalah ‘negara taghut’. Propaganda ‘membubarkan NKRI’ dan menggantinya dengan khilafah dikobarkan. Media sosial berderap jadi amunisi terdepan untuk menebar fitnah pada ulama Indonesia dan menghasut masyarakat awam yang mulai kebingungan dalam beragama.

Penyunting berusaha berdialog dengan para ulama NU, coba mengurai benang kusut ini, bagaimana semuanya bisa terjadi. Dan dengan ‘dialog virtual’ bersama KH. Ahmad Muwafiqlah penyunting menemukan jawaban: ini tak lepas dari dahsyatnya terjangan  badai informasi di era milenial ini. Inilah output dari hiperrealitas yang kian membingungkan.

Hiperrealitas melahirkan jamaah yang tak tahu diri––yang bak buih itu. Umat yang menancapkan Alquran di atas ujung tombak politik dan kesombongan. Umat yang merasa paling baik––tak ubahnya iblis yang tak terima ketika Allah memutuskan Adamlah khalifah di muka bumi.

Seluruh kenyataan ini tidak terjadi begitu saja. Ini adalah bagian dari proses panjang sejarah kekhalifahan manusia yang beradu dengan kekhalifahan iblis––yang berjalan pararel sampai Hari Kiamat nanti (hlm 17).

Akhirnya, mari kita berpikir dan memahami apa yang sebenarnya terjadi di masa kini––di akhir zaman ini. Mari kita pahami dengan baik: mulai dari sejarah kekhalifahan manusia, pertempuran spiritual dengan kekhalifahan iblis, hingga proses masuknya Islam di Indonesia sampai berdirinya Negara Kesatuan Republik ini. Semua itu tak lepas dari skenario sejarah yang ditetapkan Allah  sejak zaman Nabi Adam As. hingga akhir zaman nanti. Iblis tak akan pernah berhenti menggoda manusia ilaYaumil-Qiyamah––dengan cara apa pun. Iblis akan selalu berusaha menghancuran kekhalifahan manusia yang berpegangan pada as-siratal-mustaqim, siratal-lazina an’amta ‘alaihim.

Ulama Indonesia dan seluruh santrinya tetap istiqamah meladeni pertempuran  spiritual ini. Suasana keagamaan yang kian membingungkan karena gempuran paham Islam garis keras transnasional ini adalah cara iblis yang paling halus untuk merecoki manusia––setelah cara mereka terdahulu ketahuan.Setelah berhasil menghancurkan negara-negara Islam di semenanjung Arab sana, mereka ingin menghancurkan Islam yang rukun dan penuh rahmat di Indonesia ini. Caranya adalah berusaha menghancurkan negera ini dan menggantinya dengan khilafah. Lalu mereka memberondongkan fitnah. Pada ulama-ulama Indonesia yang menjadi benteng agama dan negara Indonesia (hlm 209).

Lantas! Ulama Aswaja tidak tinggal diam dengan hal tersebut. Para ulama dan segenap bangsa Indonesia bersatu untuk menangkal dari hal-hal yang dapat merusak utuhnya republik ini. Buku ini membuka paradigma berpikir semua kalangan, kita diajak menuju dimensi waktu yang berbeda; mulai dari zaman Nabi Adam As. hingga Nusantara yakni Indonesia. Semoga buku ini bermanfaat dan kekurangannya pastilah ada disetiap karya manapun. Mari kita ambil hikmahnya.Wallahu a’lam.

Muhammad Sapi’i. Berasal dari Desa Pandiangan, Kecamatan Robatal, Kabupaten Sampang, Madura, Jawa Timur. Namun, ia lahir  dan besar di Samuda (Kalimantan Tengah) pada tanggal 21 Januari 1998-sekarang. saat ini menjadi mahasiswa di Institut Agama Islam Negeri Palangka Raya.

SUMBER: https://pcnusumenep.or.id/2021/03/17/dialektika-hitam-putih-di-indonesia/

Share:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

fifteen + eighteen =