Oleh: Faried Wijdan Al-Jufry, pernah dimuat di samudrafakta.com
Banyak yang yakin bahwa ramalan Nostradamus akurat, sebab telah dibuktikan langsung oleh sejarah—salah satunya ramalannya tentang tsunami Aceh. Maka dari itu, ramalan lain yang belum terjadi pun diyakini juga bakal terjadi. Termasuk ramalan kebangkrutan finansial global pada tahun 2028.
Kuatrain 8/28
Les stimulacres d’or et argent enflez,
Qu’apres le rapt au lac furent gettez
Au desouvert estaincts tous ez troublez.
Au marbre script prescript intergetez.
Emas dan perak palsu semakin berlipat ganda
Setelah penculikan mereka dibuang ke danau
Saat mereka ditemukan kembali, terjadi kelelahan global dan kesukaran
Semua utang dibatalkan.
Mario Reading, penafsir ramalan Nostradamus, menafsirkan bahwa kuatrain tersebut meramalkan terjadinya keruntuhan finansial global di tahun 2028. Keruntuhan itu dipicu oleh kebiasaan penggunaan pengganti uang tunai, seperti kartu kredit, utang negara, dan instrumen-instrumen non-tunai lainnya. Keruntuhan terjadi sebagai akibat dari kebiasaan transaksi cashless.
Kata “rapt” yang digunakan dalam baris kedua kuatrin 8/28, menurut Mario, memiliki dua arti, yaitu “penculikan”—sebagaimana terjemahan kuatrin di atas—dan bisa juga diartikan “pemerkosaan”. Dalam konteks ini, maksudnya adalah “pemerkosaan pasar finansial”, di mana transaksi berlangsung terlalu cepat, terkesan dipaksakan atau “diperkosa”, di mana semua orang bisa bertransaksi kapan saja dan di mana saja dengan metode pembayaran non-tunai.
“Pemerkosaan” tersebut pada akhirnya mengakibatkan keruntuhan “keuangan palsu” atau non-tunai di seluruh dunia. Akibatnya, semua utang di antara negara-negara bangsa dibatalkan. Apakah ini juga akan berlaku untuk utang pribadi, Mario belum bisa memastikan.
Transaksi non-tunai memang kian membudaya di dunia, termasuk di Indonesia. Sejak Gerakan Nasional Non-Tunai (GNTT) digaungkan oleh Bank Indonesia (BI) pada tahun 2014, perubahan cara pembayaran dari tunai menjadi non-tunai turut mengubah lanskap perilaku dan kebiasaan masyarakat dalam transaksi keuangan.
Berdasarkan data statistik BI, hingga akhir Juni 2018, volume transaksi uang elektronik di Indonesia mencapai 206,9 juta transaksi. Dan pada September 2018, uang elektronik yang beredar mencapai 142.477.296 instrumen. Sewindu berlalu sejak penetapan GNTT, provider pembayaran non-tunai atau cashless kian tumbuh subur melalui platform digital, seiring meningkatnya jumlah ponsel yang terkoneksi ke internet—yakni 370,1 juta ponsel berdasarkan laporan wearesocial.com tahun 2022.
Jumlah pengguna transaksi non-tunai terus bertumbuh seiring datangnya pandemi Covid-19. Pagebluk memiliki peran yang sangat signifikan dalam mengakselerasi tren pembayaran cashless, karena pemerintah menganjurkan agar masyarakat mengurangi pembayaran dengan uang tunai, yang berpotensi menjadi media transmisi penyebaran virus.
Penggunaan transaksi non-tunai di Indonesia kian terdorong setelah Bank Indonesia (BI) menerbitkan cetak biru sistem pembayaran Indonesia 2025. Blue print tersebut menegaskan lima Visi SPI 2025. Pertama, mendukung integrasi ekonomi-keuangan digital nasional sehingga menjamin fungsi bank sentral dalam proses peredaran uang, kebijakan moneter, dan stabilitas sistem keuangan, serta mendukung inklusi keuangan.
Kedua, mendukung digitalisasi perbankan sebagai lembaga utama dalam ekonomi-keuangan digital melalui open-banking maupun pemanfaatan teknologi digital dan data dalam bisnis keuangan.
Ketiga, menjamin interlink antara fintech dengan perbankan, untuk menghindari risiko shadow banking melalui pengaturan teknologi digital—seperti Application Programming Interface (API)—kerja sama bisnis, maupun kepemilikan perusahaan.
Keempat, menjamin keseimbangan antara inovasi dengan perlindungan konsumen, integritas, stabilitas, serta persaingan usaha yang sehat melalui penerapan Know Your Customer (KYC) & Anti-Money Laundering/Combating the Financing of Terrorism (AML/CFT), kewajiban keterbukaan untuk data/informasi/bisnis publik, dan penerapan reg-tech dan sup-tech dalam kewajiban pelaporan, regulasi, dan pengawasan.
Kelima, menjamin kepentingan nasional dalam ekonomi keuangan digital antarnegara melalui kewajiban pemrosesan semua transaksi domestik di dalam negeri, dan kerja sama penyelenggara asing dengan domestik, dengan memperhatikan prinsip resiprokalitas.
Seluruh fakta tersebut terindikasi sebagai upaya untuk mendegradasi penggunaan transaksi tunai secara bertahap, hingga akhirnya seluruh transaksi benar-benar murni non-tunai. Dan tradisi chasless tersebut, tentu saja, juga diterapkan di seluruh dunia. Hingga akhirnya tak ada lagi transaksi fisik. Yang ada hanyalah uang artifisial, “uang palsu”, atau “emas dan perak palsu” dalam bahasa kuatrain Nostradamus. Jenis alat tukar yang sangat rapuh dan rawan runtuh.
Dengan adanya fakta semakin rapuhnya sistem alat tukar ini, maka bukan tidak mungkin pada 2028 benar-benar terjadi kebangkrutan finansial global, sebagaimana ramalan Nostradamus. Apalagi peristiwa yang nyaris sama juga pernah terjadi seratus tahun lalu, ketika bursa saham Wall Street mengalami keruntuhan hebat di tahun 1929. Mungkin peristiwa seabad lalu itu merupakan “simulasi” dari peristiwa serupa yang lebih dahsyat, yang diramalkan terjadi pada 2028 nanti.
Dan menurut ramalan Nostradamus, bukan hanya keruntuhan finansial yang kemungkinan terjadi di tahun 2028, tetapi lebih dari itu, juga berlangsung keruntuhan spiritual di seluruh dunia Barat. Momentum tersebut—masih menurut ramalan Nostradamus—sekaligus menandai kebangkitan semangat tasawuf di seluruh dunia.
Kok bisa? Tunggu ulasannya di episode berikutnya!